Posted by: adminbpo7
3267 View
Mengenal Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)
Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dalam Sidang Paripurna Kamis 7 Oktober 2021. Secara garis besar Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang informasinya terdiri dari 9 Bab dan 19 Pasal, mencakup perubahan sejumlah aturan pajak yaitu perubahan tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi, Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty jilid II yang bernama Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak, dan pengenaan pajak karbon dan tarifnya.
Dengan diundang-undangkannya Harmonisasi Peraturan pajak (UU HPP), semua aturan yang berada di dalamnya harus dilaksanakan mulai tahun 2022, namun berlakunya dengan masa berlakunya berbeda-beda karena terdiri dari berbagai elemen. Perubahan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mulai berlaku sejak UU baru ini diundangkan, selain itu:
- Perubahan di UU Pajak Penghasilan (PPh) mulai berlaku pada 2022.
- Perubahan UU PPN mulai berlaku 1 April 2022.
- Program pengungkapan sukarela Wajib Pajak atau Tax Amnesty berlaku selama 6 bulan. Mulai dari 1 Januari sampai 30 Juni 2022
- Pajak karbon mulai berlaku 1 April 2022.
Mari kita pelajari bersama lebih lengkap informasi perubahan di Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) terkait dengan Pajak Penghasilan (PPh) yang akan mulai berlaku pada Tahun 2022,
1. PPH Badan
Pemerintah batal menurunkan tarif PPh Badan atau Perusahaan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Tarif PPh Badan di tahun depan akan sama seperti tarif tahun ini yakni sebesar 22% untuk Perusahaan dalam negeri dan 20% untuk Bentuk Usaha Tetap (BUT).
2. PPH Orang Pribadi
Melalui pengesahaan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) ini, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tetap dan tidak ada perubahan, namun untuk lapisan penghasilan orang pribadi (bracket) yang dikenai tarif pajak penghasilan (PPh) terendah 5% dinaikkan menjadi Rp 60.000.000,- dari sebelumnya Rp 50.000.000,-.
Sebagai Contoh:
Pak Ben seorang Karyawan Tetap di suatu Perusahaan bergaji Rp 10 juta sebulan, Pak Ben tidak memiliki tanggungan, maka perhitungan sederhana pajaknya adalah: Dengan UU PPh Disetahunkan Rp 120 jt PTKP Rp 54 jt Dasar pengenaan Pajak (DPP) = Rp 66 jt Perhitungan lapisan penghasilan orang pribadi (bracket) yang dikenai tarif Pajak Penghasilan (PPh) 5% x Rp 50 juta = Rp 2,5 juta/tahun 15% x Rp 16 juta = Rp 2,4 juta/tahun PPH = Rp. 4,9 juta/tahun dibagi 12 bulan = Rp 408.333,- Dengan UU PPh maka pajak yang harus dibayar pegawai bergaji Rp 10 juta perbulan sebesar Rp 4.900.000,-/tahun atau sekitar Rp 408.333,-/bulan. Dengan UU HPP Disetahunkan Rp 120 jt PTKP Rp 54 jt Dasar pengenaan Pajak (DPP) = Rp 66 jt Perhitungan lapisan penghasilan orang pribadi (bracket) yang dikenai tarif pajak penghasilan (PPh) 5% x Rp 60 juta = Rp 3 juta 15% x Rp 6 juta = Rp 900 ribu PPH = Rp. 3,9 juta/tahun dibagi 12 bulan = Rp 325.000,- Dengan UU HPP maka pajak yang harus dibayar pegawai bergaji Rp 10 juta perbulan menjadi lebih rendah dari UU PPh yaitu sebesar Rp 3,9 juta pertahun atau sekitar Rp 325.000,-/bulan. |
Kenaikan batas lapisan (layer) tarif terendah ini pastinya memberikan manfaat untuk membayar pajak lebih rendah dari sebelumnya kepada masyarakat berpenghasilan menengah - rendah.
Lapisan penghasilan orang pribadi (bracket) kedua, otomatis disesuaikan menjadi diatas Rp 60.000.000,- s.d Rp. 250.000.000,- dengan tarif tetap 15%.
Lapisan penghasilan orang pribadi (bracket) ketiga, tidak ada perubahan diatas Rp 250.000.000,- s.d Rp. 500.000.000,- dengan tarif tetap 25%.
Lapisan penghasilan orang pribadi (bracket) keempat, diatas Rp 500.000.000,- s.d Rp. 5.000.000.000,- dengan tarif tetap 30%.
Pemerintah menambah skema baru Lapisan penghasilan orang pribadi (bracket) kelima, yaitu pengenaan tarif PPh sebesar 35% bagi orang yang memiliki penghasilan di atas Rp. 5.000.000.000,- (Rp 5 miliar) per tahun.
Sebagai contoh:
Bu Ica adalah Pemilik dan sekaligus Direktur Utama yang bergaji Rp 600 juta sebulan, Bu Ica berstatus Kawin dan memiliki 3 tanggungan, maka perhitungan sederhana pajaknya adalah: Dengan UU PPh Disetahunkan Rp 7,2 Miliyar PTKP Rp 72 jt Dasar pengenaan Pajak (DPP) = Rp 7,128 Miliyar Perhitungan lapisan penghasilan orang pribadi (bracket) yang dikenai tarif pajak penghasilan (PPh) 5% x Rp 50 juta = Rp 2,5 juta/tahun 15% x Rp 200 juta = Rp 30 juta/tahun 25% x Rp 250 juta = Rp 62,5 jt/tahun 30% x Rp 6,628 Miliyar = Rp. 1.988.400.000,-/tahun PPH = Rp. 2.083.400.000,- /tahun dibagi 12 bulan = Rp 171.950.000,- Dengan UU PPh maka pajak yang harus dibayar pegawai bergaji Rp 600 juta perbulan sebesar Rp. 2.083.400.000,- /tahun atau sebesar Rp 173.616.667,-/bulan. Dengan UU HPP Disetahunkan Rp 7,2 Miliyar PTKP Rp 72 jt Dasar pengenaan Pajak (DPP) = Rp 7,128 Miliyar Perhitungan lapisan penghasilan orang pribadi (bracket) yang dikenai tarif pajak penghasilan (PPh) 5% x Rp 60 juta = Rp 3 juta/tahun 15% x Rp 190 juta = Rp 28,5 juta/tahun 25% x Rp 250 juta = Rp 62,5 jt/tahun 30% x Rp 4,5 Miliyar = Rp. 1,350 Miliyar 35% x 2,128 Miliyar = Rp. 744,8 juta/tahun PPH = Rp. 2.188.800.000,-/tahun dibagi 12 bulan = Rp 182.400.000,- Dengan UU HPP maka pajak yang harus dibayar pegawai bergaji Rp 600 juta perbulan menjadi lebih tinggi dari UU PPh yaitu sebesar Rp. 2.188.800.000,-/tahun atau sebesar RRp 182.400.000,-/bulan. |
Tarif PPh tersebut naik 5% dibanding yang berlaku saat ini yakni sebesar 30% untuk penghasilan di atas Rp 500.000.000,- per tahun. Artinya, ini adalah aturan baru yang berlaku bagi orang kaya di dalam negeri.
Rangkuman perubahan adalah sebagai berikut:
Dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), informasinya juga terdapat terobosan baru yaitu mengintegrasikan basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan. Penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi akan semakin memudahkan Wajib Pajak orang pribadi dalam menjalankan hak dan melaksanakan kewajiban perpajakannya. Penggunaan NIK tidak berarti semua WNI wajib membayar PPh, tetapi tetap memperhatikan pemenuhan syarat subjektif dan objektif untuk membayar pajak, yaitu apabila orang pribadi mempunyai penghasilan setahun di atas PTKP atau orang pribadi pengusaha mempunyai peredaran bruto di atas Rp 500 juta setahun.
Mari bersama dukung reformasi perpajakan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Salinan UU Nomor 7 Tahun 2021 sudah tersedia, hubungi Tim Benemica melalui klik Link Chat Berikut untuk mendapatkan salinannya.
Peraturan ini perlu di ikuti oleh payroll software indonesia. Payroll software terbaik akan selalu update dengan regulasi yang berlaku. Informasi ini di rangkum oleh Benemica, Benemica merupakan salah satu software payroll terbaik dan HR system terbaik Indonesia yang menyediakan aplikasi layanan mandiri karyawan, Administrasi HRD, Penggajian, dan Pajak yang terintegrasi untuk Perusahaan.
Sumber : Website Kementrian Keuangan RI https://www.kemenkeu.go.id
#Benemica #DTP 2021 #Pajak #PPH21 #RUUHPP #UUHPP #UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan #UUHPP 2022